Catatan kaki jelang MUSDA dan PELANTIKAN DPD PAPDESI PROVINSI RIAU.
LUDAINEWS.COM-"ASPEK YURIDIS OTONOMI DESA:
Ditinjau dari aspek yuridis, hakikat keaslian dan keragaman otonomi Desa mewujud dalam legal policy yang pluralis, bukan unifikatif berwujud standard nasional. Kerangka legal yang pluralis ini tidak hanya diukur dari bentuk dasar hukum yang pluriform, tetapi juga isi kebijakannya mesti beresensi pluralis. Konsep pluralisme hukum, yang oleh John Grifiths dilawankan dengan konsep sentralisme hukum, mensyaratkan hilangnya tendensi saling mendominasi antara berbagai sistem hukum, yakni antara sistem hukum Negara dan sistem hukum Desa.
Sementara terkait kedudukan Desa seperti uraian di atas, implikasinya terhadap kerangka legal adalah pemisahan dasar hukum pengaturan Desa dari UU Pemda. Pengaturan Desa yang hanya menjadi salah satu norma dalam kesuruhan isi UU tersebut menyebabkan konstruksi dan posisi relasional Desa menjadi bagian Pemda. Dasar hukum tersendiri ini juga memungkinkan kodifikasi Undang-undang tentang Desa. Lebih jauh lagi, kedudukan otonom Desa, Peraturan Desa (Perdes) pun perlu dikeluarkan dari kategori peraturan perundang-undangan negara.
Bentuk-susunan penyelenggaraan Desa. Yang utama di sini adalah posisi Kepala Desa, BPD, Sekdes dan Perangkat Desa lainnya bukanlah untuk memerintah atau memegang otoritas legal-formal tetapi menjadi primus interpares yang lejitimasi kepemimpinannya berbasis kepercayaan dan kepatuhan masyarakat. Dalam konteks ini, mekanisme elektoral yang dipakai bersifat optional (lewat sistem pemilihan/demokrasi liberal, sistem musyawarah/ demokrasi komunitarian), pembatasan periode dan masa jabatan beragam antardesa, dll.
Dalam kaitan itu, klausul pengisian Sekdes dari unsur PNS saat ini mesti tetap, meskipun kembali menggelinding dalam RUUDesa bahwa sekdes kembali ke posisi PNS,
Bermotif menjaga netralitas dan profesionalisme Sekdes, klausul ini justru melapangkan jalan birokratisasi Desa yang membawa dampak ikutan berupa pembengkakan keuangan negara, penghilangan kearifan lokal dan politisasi yang merusak nilai budaya setempat, selain memunculkan kecemburuan finansial dan jabatan Kepala Desa maupun Perangkat Desa lainnya yang juga menuntut status sama. Untuk itu, pilihan ke depan adalah merubah ketentuan yang ada, Sekdes dijabat oleh figur swasta yang memenuhi kapasitas manajerial tertentu.
Dalam semangat kembali ke akar, reposisi Desa tidaklah berarti menarik mundur gerak maju dan modernisasi Desa ke kondisi masyarakat kuno dan terbelakang. Ikhtiar sejatinya justru membangun basis kehidupan modern di atas akar keaslian eksistensial kita, sekaligus sebagai fondasi berdirinya struktur negara-bangsa yang berdaya tahan dalam persaingan global yang makin ketat. Maka, sikap phobia, prasangka, atau anti-desa hendaklah dibuang jauh-jauh dari cara pikir kebijakan dalam menata pembaruan Desa, termasuk lewat penyusunan RUU Desa yang sedang digodok saat ini.
Banyak elemen pengaturan Desa yang mesti dirunding ulang, tapi perubahan paradigma pembaruan Desa tidak bisa dilakukan tanpa terlebih dahulu menyepakati perspektif otonomi Desa itu sendiri.
SALAM MERDESA. !!!
MANDATARIS DPD PAPDESI PROVINSI RIAU
SYOFIAN SH.MH DT.MAJOSATI.
Komentar Anda :