Oleh: Rais Hasan Piliang SH. MH. CLA
Praktisi Hukum Riau
Pertama, sebagai masyarakat Riau, kita tentu merasa sedih sekaligus prihatin atas peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) yang kembali menyeret Gubernur Riau bersama sejumlah pejabat lainnya.
Peristiwa ini bukan sekadar kabar hukum, tetapi menjadi tamparan keras bagi perjalanan demokrasi dan pembangunan di Provinsi Riau.
Setelah sekian kali kita berharap pada pemimpin baru dengan semangat muda dan visi segar, kenyataan pahit kembali terulang.
Peristiwa ini semakin mencoreng catatan sejarah kepemimpinan Riau. Gubernur yang tersangkut kasus korupsi kini telah menjadi yang keempat kalinya setelah sebelumnya terjadi pada Saleh Djasit, Rusli Zainal, dan Annas Maamun.
Kejadian berulang ini bukan lagi insiden kebetulan, melainkan refleksi mendalam bahwa ada yang tidak sehat dalam tata kelola pemerintahan dan kultur birokrasi kita.
Masyarakat Riau sebelumnya menaruh ekspektasi tinggi kepada gubernur yang baru, seorang figur muda, enerjik, visioner, dan aktif di media sosial.
Ia tampil sebagai sosok yang memahami Riau dengan segala potensinya, dari pembangunan infrastruktur hingga pemberdayaan sosial budaya.
Namun, harapan itu kini terguncang. OTT ini menimbulkan ketidakpastian baru, bagaimana nasib program-program yang telah berjalan, dan siapa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di tengah badai hukum ini.
Sebagai pengendali tertinggi birokrasi daerah, seorang gubernur memegang peran vital dalam menentukan arah pembangunan.
Ketika pucuk pimpinan tersandung masalah hukum, bukan hanya roda pemerintahan yang terganggu, tetapi juga kepercayaan publik yang kembali tergerus.
Padahal, kepercayaan adalah modal sosial yang paling mahal dalam proses pembangunan daerah.
Dalam konteks hukum, tentu kita harus tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa pada umumnya pejabat yang sudah terjerat OTT KPK akhirnya terbukti bersalah.
Ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan dan integritas birokrasi di daerah kita belum benar-benar kokoh. Riau tampak belum belajar dari sejarahnya sendiri.
Komentar Anda :