Kejagung Tetapkan Nadiem Makarim sebagai Tersangka Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook
Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Penetapan tersangka disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, pada konferensi pers, Kamis (4/9/2025).
"Dari hasil pendalaman, keterangan saksi, serta alat bukti yang ada, pada sore ini setelah ekspose ditetapkan tersangka baru dengan inisial NAM," ujar Anang.
Menurut Anang, Nadiem ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik memeriksa sekitar 120 saksi dan 4 orang ahli dalam perkara ini.
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan dan pemanggilan terhadap kurang lebih 120 saksi serta 4 ahli," jelasnya.
Pemeriksaan dan Pasal yang Disangkakan
Hari ini, Nadiem juga hadir memenuhi panggilan penyidik Kejagung. Ia tampak tenang saat tiba didampingi kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea.
"Dipanggil untuk kesaksian, terima kasih, mohon doanya," singkat Nadiem kepada wartawan.
Kejagung menyangka Nadiem melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelum Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain dalam kasus yang sama, yakni Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek era Nadiem Makarim), Ibrahim Arief (eks konsultan teknologi di lingkungan Kemendikbudristek), Mulyatsyahda (Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020–2021), dan Sri Wahyuningsih,l (Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek).
Latar Belakang Kasus
Kasus ini berawal pada periode 2020–2022, ketika Kemendikbudristek melaksanakan program pengadaan laptop untuk siswa PAUD, SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran sekitar Rp9,3 triliun.
Laptop tersebut direncanakan untuk mendukung pembelajaran, termasuk bagi anak-anak di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun, dalam prosesnya, keempat tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarahkan pembelian pada produk berbasis Chrome OS (Chromebook).
Padahal, dalam kajian internal Kemendikbudristek, laptop berbasis Chrome OS dinilai memiliki sejumlah kelemahan dan kurang efektif untuk digunakan secara luas di Indonesia.(*)
Komentar Anda :